Ads 468x60px

Thursday, March 20, 2014

TODAY NEWS

Bahasa Alay Bentuk Pemberontakan Anak Muda
Komnas Anak, Seto Mulyadi (batik) (Foto: Okezone)




















JAKARTA - Kalangan anak muda memang terbilang paling banyak yang mengaktualisasikan bahasa alay dalam pergaulan sehari-hari. Menurut Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Seto Mulyadi (Kak Seto), penyebab maraknya penggunaan bahasa alaymerupakan bentuk pemberontakan anak muda.

"Remaja itu perlu diperhatikan, kreatifitas remaja ini dipasung, harus lurus, nurut sama orang tua tetapi tidak dihargai kreatifitasnya jadi mereka melawan orang tua dengan membuat bahasa sendiri," katanya kepada Okezone, Rabu (19/3/2014).

Salah satu cara untuk mengikis bahasa alay, sambung Kak Seto, sapaan akrabnya adalah dengan mengkampanyekan berbagai kegiatan menulis, dan berpidato, yang tentunya dalam muatan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Sekedar diketahui belakangan ini, kita sering disuguhkan dengan istilah-istilah baru dan aneh dalam berkomunikasi. Ironisnya, istilah yang memelesetkan kata dari Bahasa Indonesia ini seakan menjadi kebiasaan atau gaya hidup sekelompok anak muda yang biasa disebut alay.

Misal saja, sering kita mendengar kata lambat diubah menjadi lambreta, barangkali menjadi keles, banget menjadi bingit, memang menjadi emberan, remaja wanita gaul menjadi cabe-cabean, santai menjadi woles dan lain sebagainya. Semua itu kini menjadi istilah baru dalam percakapan anak muda. Celakannya, istilah ini juga sudah menjadi bahasa tulisan di jejaring sosial yang dianggap sudah lumrah.




Opini saya :

ALAY. Atau 4L4y (iya itu lebih lebay lagi….) semakin berkembang di negara kita ini. Apa sih sebenarnya yang dimaksud alay? Alay yang merupakan singkatan dari anak layangan, anak lebay merupakan sebutan yang diberikan kepada mereka, kaum makhluk yang berlebihan atau tidak seperti manusia pada umumnya.

Contoh :
Begini disebut alay, menghadapi sesuatu secara berlebihan

Pada era ini, alay sudah menjadi gaya hidup. Yang lebih dikenal lagi yaitu bahasa alay yang merupakan bahasa dari makhluk-makhluk tersebut. Perkembangan bahasa alay ini sangat tampak pada media sosial, di mana sekarang banyak tersedia berbagai jenis media sosial seperti facebook, twitter, instagram, linked-in, pinterest, dan lain-lain. Bahasa alay di Indonesia sendiri merupakan pelesetan dari bahasa Indonesia yang dimodifikasi menjadi lebih unik dan aneh. Pengucapan dan penulisannya juga dibuat berlebihan seperti :


Bisa baca? Kalo tidak berarti kamu masih normal.....

Perkembangan bahasa alay ini tentunya snagat menggangu dan menyebalkan. Tapi bagi sebagian orang, ini dianggap sebagai gaya hidup yang modern dan kalau tidak menggunakan bahasa alay berarti ‘lo kurang gaul men!’ . Namun, tahukah kamu kalau bahasa alay di Indonesia perlahan-perlahan mengikis bahasa Indonesia yang baik dan benar? Dengan pengucapan dan penulisan yang diubah-ubah, kelak akan menjadi kebiasaan dan perlahan kita pun bisa jadi tidak paham dengan kaidah yang benar tentang bahasa Indonesia. Kelak kita jadi tidak bisa mengajari anak cucu kita, sehingga semua keturunan yang merupakan generasi penerus masa depan tidak mengenal bahasa bangsanya sendiri secara benar. Menyeramkan bukan?

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mencegah invasi bahasa alay?

Pendidikan bahasa Indonesia menjadi kunci utamanya. Baik di sekolah maupun di rumah, kita bisa mulai membiasakan berbicara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dan pendidikan bahasa Indonesia bisa dibuat semenarik mungkin dan sekreatif mungkin sehingga membuat anak tertarik sejak dini untuk mempelajari dan menggunakannya. Saya setuju dengan pendapat Kak Seto Mulyadi yang mengkampanyekan kegiatan berbahasa seperti pidato dan menulis, tentunya menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai kaidahnya. Selektif dalam pergaulan juga salah satu kunci yang penting, terutama pergaulan di media sosial.

Dengan begitu, bahasa Indonesia akan semakin berkambang karena rakyatnya sendiri dapat mencintainya dari awal. Di samping itu, menggunakan bahasa Indonesia lebih terkesan sopan dan santun dibandingkan bahasa alay yang beberapa di antaranya melecehkan. Kita pun dapat menghargai jasa para pahlawan dengan menggunakan bahasa asli negara kita !

Saran saya, kita harus bersama-sama saling mendukung perkembangan bahasa Indonesia dan menepis efek negative globalisasi. Boleh saja mengikuti arus modern, asalkan kita dapat tetap berpegang teguh pada identitas sejati bangsa kita sendiri.

Sekian pendapat yang bisa saya sampaikan. Terima kasih bagi yang sudah membaca.
MERDEKA BANGSAKU ! YOOM…TAH ! (J.Alvin)

0 comments:

Post a Comment

 
Blogger Templates